Kognitif adalah proses dan produk yang terjadi dalam otak sehingga menghasilkan pengetahuan. Kognitif mencakup berbagai aktivitas mental seperti memperhatikan, mengingat, melambangkan, mengelompokkan, merencanakan, menalar, memecahkan masalah, menghasilkan dan membayangkan. Perkembangan kognitif anak melibatkan ketrampilan belajar pada anak yang terjadi melalui proses elaborasi di dalam otak (mind), dan kegiatan mental internal yang kompleks. Dengan demikian keterampilan belajar bukan hanya diperoleh karena perubahan perilaku atau sekedar karena proses kematangan.
Guru penting untuk memahami perkembangan kognitif anak. Dengan pemahaman yang baik, diharapkan guru dapat memberikan stimulasi yang sesuai dengan karakteristik anak dan memiliki harapan yang realistis terhadap anak didiknya. Perkembangan kognitif terkait dengan peningkatan kemampuan daya pikir atau nalar peserta didik seiring dengan perkembangan motorik anak. Gagasan pada anak dapat ditumbuh kembangkan dengan memberikan kesempatan belajar dengan berbagai gaya. Anak belajar dengan bermacam cara, diantaranya belajar memelui bermain (learning by gaming), belajar dengan melakukan kegiatan (learning by doing), belajar melalui stimulasi panca indra, dan belajar dengan segenap kecerdasan majemuknya.
Salah satu ahli perkembangan kognitif yang terkemuka adalah Jean Piaget (1896-1980) yang mengintegrasikan elemen-elemen psikologi, biologi, filosofi, dan logika dalam memberikan penjelasan menyeluruh tentang bagaimana pengetahuan bisa diperoleh individu. Tahap-tahap perkembangan daya pikir yang dikemukakan oleh Jean Piaget meliputi tahap:
1. Tahap sensori motor (lahir-18 bulan)
Pada tahap ini anak belajar melalui indra dan gerakan serta berinteraksi dengan lingkungan fisik. Melalui bergerak, meraba, memukul, menggigit dan memanipulasi obyek-obyek secara fisik anak belajar mengenal sifat ruang, waktu, lokasi, ketetapan, dan sebab akibat.Perilakunya masih pra verbal. Anak memahami obyek disekitarnya melalui sensori dan aktivitas motor serta gerakkannya. Reflek yang paling menonjol adalah reflek menghisap; bayi-bayi secara otomatis menghisap saat bibir bayi disentuh.
Fase sensori motor dimulai dengan gerakan-gerakan reflek yang dimiliki anak sejak ia dilahirkan. Fase ini berakhir pada usia 2 tahun. Pada masa ini, anak mulai membangun pemahaman tentang lingkungannya melalui kegiatan sensorimotor, seperti menggenggam, menghisap, melihat, melempar, dan secara perlahan ia mulai menyadari bahwa suatu benda tidak menyatu dengan lingkungannya atau dapat dipisahkan dari lingkungan di mana benda itu berada. Selanjutnya ia mulai belajar bahwa benda-benda itu memiliki sifat-sifat khusus. Keadaan ini mengandung arti bahwa anak telah mulai membangun pemahamannya terhadap aspek – aspek yang berkaitan dengan hubungan kuasalitas, bentuk dan ukuran, sebagai hasil pemahamannya terhadap aktivitas sensorimotor yang dilakukannya.
Pada akhir usia 2 tahun anak sudah menguasai pola –pola sensorimotor yang bersifat kompleks bagaimana cara mendapatklan benda yang diinginkannya (menarik, menggenggam atau meminta), menggunakan suatu benda dengan tujuan yang berbeda. Dengan benda yang ada di tangannya, ia melakukan satu benda dengan tujuan yang berbeda. Dengan benda yang ada di tangngannya, ia melakukan apa yang diinginkanya. Kemampuan ini merupakan awal kemampuan berpikir secara simbolik, yaitu kemampuan untuk memikirkan suatu objek tanpa kehadiran objek tersebut secara empiirik.
2. Tahap pra operasional (18 bulan – 6/7 tahun)
Pada tahap ini pemikiran anak masih didominasi oleh hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas fisik dan persepsinya sendiri, sekalipun tidak selalu apa yang ada dalam pikirannya ditampilkan lewat tingkah laku nyata seperti pada periode sebelumnya. Menurut Siti Rahayu Haditono (1982), stadium pra operasional dimulai dengan penguasaan bahasa yang sistematis, permainan simbolik, imitasi, serta bayangan dalam mental. Semua proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk melakukan tingkah laku simbolik.
Usia 18 – 24 bulan ditandai dengan internalized thought. Pada tahap ini anak mulanya memecahkan masalah dengan memikirkannya terlebih dahulu melalui kesan mental (mental image). Mereka dapat belajar meniru perilaku orang lain.
Outcome perkembangan kognitif dan belajar anak usia 6 tahun antara lain:
- Mengenali warna-warna (minimal 6 warna)
- Mengenal bentuk-bentuk geometri (minimal 6 bentuk)
- Memahami dimensi dan hubungan (seperti atas bawah, dalam luar, depan belakang) dan waktu yang berbeda (pagi, sore, siang, malam)
- Memahami perbedaan ukuran (besar kecil, pendek tinggi, tipis tebal, lebar sempit)
- Memahami konsep sains sederhana (contoh: apa yang terjadi jika warna dicampur)
- Memahami perbedaan rasa (manis, asam, pahit, pedas, asin)
- Memahami perbedaan bau/aroma (harum, wangi, apek, busuk)
- Dapat mengekspresikan pikiran dan ide
- Dapat membedakan antara laki-laki dan perempuan
- Dapat bernyanyi
- Senang bertanya
- Memahami angka dan bisa menghitung angka (minimal sampai 10)
- Dapat menggambar sederhana
- Dapat menulis kata-kata sederhana
- Dapat membuat kalimat sederhana
- Dapat bermain pura-pura
- Memahami fungsi uang
3. Tahap operasional kongkret (8 - 12 tahun)
Pada tahapan ini yang dapat dipikirkan oleh anak masih terbatas pada benda-benda kongkret yang dapat dilihat dan diraba, benda-benda yang tidak jelas, yang tidak tampak dalam kenyataan masih sulit dipikirkan oleh anak. Kesulitan matematika karena upaya untuk mengajarkan anak yang masih dalam tahapan operasi kongkret dengan materi yang abstrak.
4. Tahap operasional formal (diatas 12 tahun)
Dalam tahap ini anak mampu mempertimbangkan semua kemungkinan dalam memecahkan masalah dan mampu menalar atas dasar hipotesis dan dalil.Dampaknya anak dapat meninjau masalah dari berbagai faktor saat memecahkan masalah.Pemikiran anak menjadi lebih kongkrit dan fleksibel dan mereka mampu menggabungkan informasi dari sejumlah sumber yang berbeda.