Siapa diantara kita tidak ingin bahagia. Tentu saja tiap dari kita, tiap dari muslimah sangat menginginkan itu. Tetapi tentu saja tidak setiap waktu kita akan mendapatkan kebahagiaan. Dan, tidak setiap kebahagiaan pun akan sama dengan kebahagiaan yang pernah kita alami sebelumnya. Meskipun begitu, muslimah pasti sadar bahwa kebahagiaan merupakan sebuah kenikmatan dari Allah yang selalu kita tunggu kedatangannya
Dalam La-tahzan, Qarni menyebutkan bahwa diantara kenikmatan terbesar adalah kebahagiaan, ketentraman, dan ketenangan hati. Sebab dalam kebahagiaan hati itu terdapat keteguhan pikir, produktifitas yang bagus, dan keriangan jiwa. Kata banyak orang, kebahagiaan merupakan seni yang dapat dipelajari. Artinya, siapa yang mengetahui cara memperoleh, merasakan dan menikmati kebahagiaan, maka ia akan dapat memanfaatkan berbagai kenikmatyan dan kemudahan hidup, baik yang ada didepan maupun yang masih jauh berada dibelakangnya
Ia menambahkan bahwa modal utama untuk meraih kebahagiaan adalah kekuatan atau kemampuan diri untuk menanggung beban kehidupan, tidak mudah goyah oleh goncangan-goncangan, tidak gentar oleh peristwa-peristiwa, dan tidak pernah sibuk memikirkan hal-hal kecil yang sepele. Begitulah, semakin kuat dan jernih hati seseorang, maka akan semakin bersinar pula jiwanya. Hati yang sabar, lemah tekad, rendah semangat, dan selalu gelisah tak ubahnya dengan gerbong kereta yang mengangkut kesedihan, kecemasan dan kekhawatiran
Menurutnya, barangsiapa membiasakan jiwanya bersabar dan tahan terhadap segala benturan, niscaya goncangan apapun dan tekanan dari manapun akan terasa ringan. Diantara musuh utama kebahagiaan adalah wawasan yang sempit, pandangan yang picik, dan egoisme. Karena itu, Allah melukiskan musuh-musuh-Nya adalah sebagaimana berikut :
"...Mereka dicemaskan oleh diri mereka sendiri"(QS. Ali`Imran: 154)
Qarni menjelaskan bahwa orang-orang yang berwawasan sempit senantiasa melihat seluruh alam ini seperti apa yang mereka alami. Mereka tidak pernah memikirkan apa yang terjadi pada orang lain, tidak pernah hidup untuk orang lain, dan tidak pernah memperhatikan sekitarnya. Memang ada kalanya kita harus memikirkan diri kita sendiri dan menjaga jarak dari sesama, yaitu tatkala kita sedang melupakan kepedihan, kegundahan, an kesedihan kita. Dan, itu artinya kita dapat mendapatkan dua hal secara bersamaan: membahagiakan diri kita dan tidak merepotkan orang lain. Sastu hal mendasar dalam seni mendapatkan kebahagiaan adalah bagaimana mengendalikan dan menjaga pikiran agar tidak terpecah.
Apalagi bila Anda tidak mengendalikan pikiran Anda dalam setiap melakukan sesuatu, niscaya ia tidak akan terkenali. Ia akan mudah membawa Anda pada berkas-berkas kesedihan masa lalu. Dan pikiran liar yang tak terkendali itu tak hanya akan menghidupkan kembali luka lama, tetapi juga membisikkan masa depan yang mencekam. Ia juga dapat membuat tubuh gemetar, kepribadian goyah, dan perasaan terbakar. Kendalikan pikiran Anda ke arah yang baik dan mengarah pada perbuatan yang bermanfaat.
"...Dan, bertawakkallah kepada Dzat Yang maha hidup dan tidak pernah mati". (QS. Al-Furqan: 58)
Masih menurut Qarni, hal mendasar yang tak dapat dilupakan dalam mempelajari cara meraih kebahagiaan adalah bahwa Anda harus menempatkan kehidupan ini sesuai dengan porsi dan tempatnya. Bagaimanapun, kehidupan ini laksana permainan yang harus diwaspadai. Pasalnya, ia dapat menylut kekejian, kepedihan, dan bencana. Jika demikian halnya sifat-sifat dunia, maka mengapa ia harus begitu siperhatikan dan ditangisi ketika gagal diraih. Keindahan hidup di dunia ini acapkali palsu, janji-janjinya hanya fatamorgana belaka, apapun yang ia lahirkan senantiasa berekhir pada ketiadaan, orang yang paling bergelimang dengan hartanya adalah orang yang paling merasa terancam, dan orang yang selalu memuja dan memimpikannya akan mati terbunuh oleh pedang waktu yang pasti tiba.
Satu hal mendasar yang sangat penting diperhatikan adalah bahwa kebahagiaan itu tidak datang begitu saja. Tapi, harus diusahakan dan dipenuhi segala sesuatu yang menjadi prasaratnya. Lebih dari itu, untuk mencapai kebahagiaan Anda harus senantiasa menahan dari hal-hal yang tak bermanfaat. Bagitulah cara memompa jiwa agar senantiasa siap diajak mencari kebahagiaan. Kehidupan dunia ini sebenarnya tidak berhak membuat kita bermuram durja, pesimistis dan lemah semangat.
Adalah suatu kenyataan yang terelakkan bila Anda tidak akan mampu menyapu bersih noda-noda kesedihan dari Anda. Karena bagaimanapun, memang seperti itulah kehidupan dunia ini tercipta.
"Kami telah menciptakan manusia dalam susah payah". (QS. Al-Balad: 4).
"Sesungguhnya, Kami menciptakan manusia dari setetes m@ni yang bercampur yang Kami hendak mengujinya". (QS. Al-Insan: 2)
"Supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang paling baik amalnya". (QS. Al-Mulk: 2)
Qarni berkeyakinan, kita, tiap-tiap manusia, khususnya kaum muslimah sudah sangat diketahui tabiatnya oleh Sang Pencipta. Semua itu kenyataan. Maka, Anda hanya berkewajiban mengurangi dan bukan menghilangkan kesedihan, kecemasan dan kegundahan pada diri Anda. Sebab, kesedihan itu akan sirna bersama akar-akarnya hanya di syurga kelak. Terbukti, dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa para penduduk syurga akan ada yang berkata,
"Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami". (QS. Fathir: 34)
Qarni menambahkan bahwa ini merupakan isyarat kesedihan yang hanya akan tersapu bersih dari seseorang tatkala ia sudah berada di syurga kelak. Dan, ini sama halnya dengan nasib kedengkian yang tak akan benar-benar musnah kecuali setelah manusia masuk surga.
"Dan, kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada di dalam hati mereka" (QS. Al-Hijr: 47)
Qarni meyakini orang yang mengetahui apa dan bagaimana dunia, niscaya ia akan dapat menghadapi setiap rintangan an menyikapi tabiatnya yang kasar dan pengecut itu. Dan kemudian, ia akan menyadari bahwa memang demikianlah sifat dan tabiat dunia itu. Jika benar dunia seperti yang kita gambarkan di atas, maka sungguh pantas bagi orang yang bijak, cerdik serta waspada untuk tidak mudah menyerah pada kesengsaraan, kesusahan, kecemasan, kegundahan, dan kesedihan dalam hidupnya. Sebaliknya, mereka harus melawan semuanya itu dengan seluruh kekuatan yang telah Allah karuniakan kepadanya.
Wahai muslimah yang dimuliakan Allah, kiranya penjelasan sudah sangat jelas bahwa, kebahagiaan memang masih diiringi dengan kesengsaraan, kesusahan, kecemasan dan lain sebagainya. Hendaknya, sebagai muslimah kita wajib mensyukuri segala kebahagiaan sebagaimana kita mensyukuri segala kesengsaraan atau kesussahan.