Pentingnya Pendekatan Saintifik Sejak Anak Usia Dini

Pentingnya Pendekatan Saintifik Sejak Anak Usia Dini
Pentingnya Pendekatan Saintifik Sejak Anak Usia Dini

Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif membangun kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan melalui tahapan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan. Pada anak usia dini pengenalan proses saintifik dilakukan dengan cara melibatkan anak langsung dalam kegiatan; yakni melakukan, mengalami pencarian informasi dengan bertanya, mencari tahu jawaban hingga memahami dunia dengan gagasan-gagasan yang mengagumkan.

Pembelajaran saintifis pada anak usia dini merupakan hal yang sangat penting untuk banyak aspek perkembangan anak. para peneliti menganjurkan pembelajaran saintifik mulai dikenalkan sebelum anak memasuki sekolah, bahkan anak sejak lahir. Hal ini penting untuk membantu anak memahami dunia, mengumpulkan dan mengolah informasi sebagai kunci dasar anak belajar berpikir saintis.

Mengembangkan berpikir saintifik sejak usia dini akan mempermudah transfer keterampilan saintifik yang mereka miliki menjadi area akademik yang dapat mendukung prestasi akademik. Berpikir saintifik adalah kemampuan berpikir dalam memahami masalah, menganalisa, mencari pemecahannya, dan menghasilkan sesuatu yang inovatif dan kreatif. self-efficacy. PAUD yang proses pembelajarannya miskin dengan proses berpikir saintifis berpengaruh negative pada perilaku dan capaian prestasi anak. Dampak tersebut bersifat menetap hingga ke tahap pendidikan tinggi.

Pendekatan saintifik menerapkan proses:


Mengamati (Observing)


mengamati berarti menggunakan semua indera (penglihatan, pendengaran, penghiduan, peraba, dan pengecap) untuk mengenali suatu benda yang diamatinya. Semakin banyak indera yang digunakan dalam proses mengamati maka semakin banyak informasi yang diterima dan diproses dalam otak anak. Proses mengamati benar-benar dilakukan oleh anak tidak karena diberi tahu guru. Apabila anak belum terbiasa dengan proses ini, guru dapat mendukungnya dengan kata-kata: “kamu boleh memegang, mencium, mendengarkan, mencicipinya… nah apa yang kamu rasakan?

Menanya (Questioning)


Menanyakan sebagai salah salah satu proses mencari tahu atau mengkonfirmasi atau mencocokkan dari pengetahuan yang sudah dimiliki anak dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajarinya. Pada dasarnya anak seorang peneliti yang handal, ia selalu ingin tahu tentang sesuatu yang ditangkap inderanya. Karenanya ia sering bertanya, yang terkadang pertanyaannya sangat diluar dugaan orang dewasa. Tetapi itu proses saintis yang berasal dari pikiran kritisnya.

Perlu guru lakukan untuk mendukung kemampuan menanya adalah sebagai berikut:

  1. Pada dasarnya anak senang bertanya. Saat anak tidak punya gagasan untuk bertanya, guru boleh memancingnya, misalnya: Waktu kita petik tadi bunganya masih segar, kenapa sekarang menjadi layu ya?
  2. Apabila anak bertanya dengan pertanyaan demikian, sebaiknya tidak usah langsung dijawab, tetapi pancing agar ia mencari jawabannya, midsalnya: "oya ya.. Mengapa demikian ya..menurut kamu kenapa?"
  3. Bila ada buku yang sesuai, ajaklah anak untuk mencari jawabannya di buku, untuk mengenalkan buku sebagai sumber ilmu sejak usia dini, misalnya: mari kita lihat di buku ini..

Mengumpulkan (Colecting)


Mengumpulkan data suatu proses yang sangat diminati anak. dalam proses ini anak melakukan coba - gagal - coba lagi "trial and error". Anak senang mengulang-ulang kegiatan yang sama tetapi dengan cara bermain yang berbeda. Pembelajaran yang membolehkan anak melakukan banyak hal sangat mendukung kemampuan berpikir kreatif. Sedangkan pembelajaran yang banyak menggunakan lembaran kerja justru membelenggu kemampuan kreatif anak.

Bentuk dukungan guru untuk membangun kemampuan anak di tahap ini adalah:

  1. Saat anak bermain ia membutuhkan waktu untuk menerapkan gagasannya, karenanya guru memberi waktu untuknya menyelesaikan gagasan melalui bahan dan alat yang digunakannya.
  2. Bila anak tidak memiliki gagasan bermain, guru dapat memberi contoh awal, selanjutnya anak dapat melakukan sendiri.
  3. Bila anak sudah selesai, guru dapat memperluas gagasan dengan cara memberi pertanyaan terbuka misalnya: Wah .. Sudah banyak daun bunga yang sudah ditempel, dimana tempat menempel daun yang kecil-kecil?

Mengasosiasi (Associating)


proses asosiasi merupakan proses lebih lanjut dimana anak mulai menghubungkan pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan pengetahuan baru yang didapatkannya atau yang ada disekitarnya. Contohnya anak belajar tentang bentuk segi tiga melalui potongan kertas yang disiapkan guru. Guru mengajak anak untuk menemukan benda-benda yang ada di sekitar yang berbentuk segi tiga. Disini guru sudah mengasosiasikan atau menghubungkan pengetahuan baru tentang segi tiga dengan benda-benda di lingkungan sekitar.

Proses asosiasi penting bagi anak untuk membangun pemahaman baru tentang dunia di sekelilingnya. Piaget menyatakan bahwa anak membentuk schemata baru tanpa membuang yang sudah ada tetapi memperbaiki dan menguatkan yang sebelumnya. Proses asosiasi dapat terlihat saat anak mampu:

  • Menyebutkan persamaan: itu sama dengan ...
  • Menyebutkan perbedaan: kalau ini ... Tapi itu ...
  • Mengelompokkan: yang ini temannya ini
  • Membandingkan: daun ku lebih besar dari daun kamu. dst

Tentu saja kemampuan di atas sangat tergantung pada kemampuan yang dimiliki anak dan usia anak.

Dukungan guru untuk memunculkan kemampuan asosiasi dapat dilakukan dengan memancing pernyataan, seperti berikut:

  • ini daun pinggirnya bergerigi seperti apa ya..?
  • Apabila anak menghubungkan dengan sesuatu , maka guru harus menguatkan dan bertanya yang lebih luas lagi, misalnya: Bu guru daunnya warna coklat seperti warna pintu itu. Guru bisa menguatkan: oya.. benar, terus apa lagi ya yang berwarna coklat.. ?

Anak yang lebih muda usia kemampuan asosiasinya terkadang muncul tetapi seperti tidak nyambung, misalnya: "Aku diberi coklat oleh ayah" (kata Lina). "nanti aku pulang dijemput ayah" (kata Asri). "Aku suka main bola sama ayah." (kata Firman). Anak memahami makna ayah, tetapi menghubungkannya dengan pengalamannya dengan ayah walaupun dalam kalimat yang saling terpisah.

Mengkomunikasikan (Communicating)


Proses mengkomunikasikan adalah proses penguatan pengetahuan terhadap pengetahuan baru yang di dapatkan anak. Mengkomunikasikan Kalimat yang sering dilontarkan anak, misalnya: "Bu guru aku tahu, kalau ..." Tetapi mengkomunikasikan tidak hanya disampaikan melalui ucapan, dapat juga disampaikan melalui hasil karya. Biasanya anak menyampaikannya dengan cara menunjukkan karyanya. "Bu guru lihat…aku sudah membuat ..."

Itu kalimat yang sering disampaikan anak. Dukungan guru yang tepat akan menguatkan pemahaman anak terhadap konsep atau pengetahuannya, proses berpikir kritis dan kreatifnya terus tumbuh. Sebaliknya bila guru mengabaikan pendapat anak atau menyalahkannya maka keinginan untuk mencari tahu dan mencoba hal baru menjadi hilang.

Referensi:
Duckworth, 1987 | Eshach & Fried, 2005; | Watters, Diezmann, Grieshaber, & Davis, 2000 | Kuhn & Pearsall, 2000 | Kuhn & Schauble, & Garcia-Milla, 1992 | Eshach & Fried, 2005 | Ravanis & Bagakis,1998 | Mullis & Jenkins, 1988

Catatan:

File yang kami bagikan kami simpan di google drive, jika file format word dan excel dialihkan ke aplikasi google doc maka unduh / save as dulu ya. Namun jika kesulitan, silahkan baca cara downloadnya