Beberapa sekolah dasar atau yang sederajat memberlakukan tes membaca menulis dan menghitung (calistung) bagi calon siswanya. Sehingga ini menyebabkan orang tua mencari sekolah yang tidak mewajibkan calistung, jika pun ada ternyata diluar kota. Haruskah anak harus sekolah di luar kota? Dengan jarak tempuh yang cukup menyita waktu, belum lagi jika terkena macet.
Hal ini juga menyebabkan lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) baik itu RA atau TK, menerapkan pembelajaran yang nantinya menghasilkan siswa yang bisa calistung. Yang mendorong orang tua untuk menfasilitasi anaknya dengan berbagai kegiatan seperti kursus, les private dan lain sebagainya. Dimana hal ini merupakan kegiatan yang tidak menyenangkan bagi mereka yang masih anak-anak.
Pasal 66 PP No. 17 tahun 2010 menegaskan :
(2) Program pembelajaran TK, RA, dan bentuk lain yang sederajat dilaksanakan dalam konteks bermain yang dapat dikelompokan menjadi:
- bermain dalam rangka pembelajaran agama dan akhlak mulia;
- bermain dalam rangka pembelajaran sosial dan kepribadian;
- bermain dalam rangka pembelajaran orientasi dan pengenalan pengetahuan dan teknologi;
- bermain dalam rangka pembelajaran estetika; dan
- bermain dalam rangka pembelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
(3) Semua permainan pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirancang dan diselenggarakan:
- secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan mendorong kreativitas serta kemandirian;
- sesuai dengan tahap pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak serta kebutuhan dan kepentingan terbaik anak;
- dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing anak;
- dengan mengintegrasikan kebutuhan anak terhadap kesehatan, gizi, dan stimulasi psikososial; dan
- dengan memperhatikan latar belakang ekonomi, sosial, dan budaya anak.
Peraturan tersebut secara tegas memandatkan agar PAUD tidak memberikan beban kepada anak. Menjadikan lingkungan belajar sebagai wadah bermain bagi anak, adalah sebuah model kelas belajar bagi anak-anak. Tidak diperlukan ada sebuah proses evaluasi yang memastikan kemampuan membaca, menulis dan berhitung bagi anak pada tingkat PAUD.
Dan ketika memasuki Sekolah Dasar ataupun yang sederajat, Pasal 69 (5) PP No. 17/2010 tersebut menyebutkan “penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk tes lain“. Sehingga ada kewajiban bagi Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota, dibantu Dinas Pendidikan Provinsi untuk melakukan pemantauan terhadap penyelenggara pendidikan agar tidak memberlakukan model penerimaan yang menjadi beban bagi anak.
Lalu, mengapa masih terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya? Karena saat ini terdapat “ambisi” dari orang tua, yang sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, agar menjadikan anak memiliki kemampuan yang diinginkan orang tua. Banyak anak-anak yang berada dalam kendali orang tua, tanpa pernah berani untuk mengungkapkan keinginan dan harapannya. Sementara, negara masih abai untuk memastikan kesejahteraan lembaga pendidikan formal.
Walaupun tak juga bisa dibenarkan bila lembaga pendidikan anak usia dini non-pemerintah ataupun non-formal untuk memberlakukan kewajiban calistung bagi anak. Pemerintah harus membenarkan proses yang sudah salah. Namun bila pemerintah sudah tidak mampu melakukan perbaikan, maka wargalah yang harus bergerak untuk memastikan proses pembelajaran anak usia dini berjalan dengan semestinya.
Melahirkan generasi cerdas bukanlah dengan memaksakan kehendak orang tua pada anak. Memberikan kebebasan berpikir dan berkreasi pada anak menjadi awal sebuah perbaikan bagi generasi. Menyediakan alam dan lingkungan hidup yang lebih sehat, akan menjadi media belajar yang baik bagi mereka. Bermain adalah dunia anak. Berikanlah ruang bermain yang layak bagi mereka.
Ada satu cara untuk membuat perubahan, adalah dengan memastikan perubahan itu dilakukan. Bawalah peraturan pemerintah tentang pendidikan anak usia dini, pada sekolah-sekolah ataupun penyelenggara pendidikan dasar yang memaksakan tes uji kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Pastikan juga Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota menerima laporan perilaku lembaga penyelenggara pendidikan tersebut. Bila tidak juga ada perubahan, mari memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar di lingkungan keluarga dan kampungnya, tak perlu di lembaga pendidikan formal.