Biasanya orang tua senang dengan keberhasilan anaknya. Apalagi jika anaknya sudah bisa bekerja di lembaga atau perusahaan terkenal dengan gaji besar melebihi penghasilan orang tuanya dan bisa berbagi fasilitas seperti kendaraan, rumah, dan lain sebagainya. Namun, tidak cukup hanya itu saja karena pada hakikatnya masih ada yang lebih membahagiakan orang tua. Yaitu: bahagia karena anaknya taat beribadah, dan taat terhadap orang tua.
Kebahagiaan yang sifatnya materi hanya sebatas kebahagiaan fisik saja, sehingga sebagian orang tua hal itu diletakkan pada posisi terakhir. Alasannya sederhana sekali;
- Untuk apa punya banyak harta mobil mewah, rumah mewah, apartement, dan lainnya, jika anak selalu menyakiti orang tua?
- Untuk apa bangga punya anak kaya raya, jika setiap hari pulang malam dalam keadaan mabuk?
- Untuk apa punya penghasilan besar, jika anak kita selalu "bermasalah" dengan istri orang?
Kebahagiaan terhadap kesuksesan materi itu bersifat relatif, sedangkan kebahagiaan terhadap kesuksesan moralitas itu merupakan kebahagian yang sejati.
"Apakah ada orang tua yang benar-benar dapat berbahagia memiliki anak yang sukses secara materi, namun tidak berbakti kepada Tuhan dan orang tuanya?"Seorang anak yang berbakti kepada Tuhan dan kepada orang tuanya, berarti dia membuka jalan ke arah kesuksesan yang sejati. Untuk itu, sering-seringlah orang tua menasehati anaknya agar tidak hanya terpaku untuk mencapai kesuksesan duniawi semata tanpa memperhatikan ketaatan kepada Tuhan dan orang tuannya.
Boleh lah anak anda yang masih ada di bangku sekolah pintar di kelas dan meraih rangking pertama di sekolah. Namun, hal itu tidak ada artinya jika tidak didasari taat kepada taat kepada Tuhan dan orang tuanya.
Orang tua memiliki perang yang sangat besar sekali dalam membentuk anak yang taat kepada Tuhan dan orang tua. Kedua ketaatan itu, harus ditanamkan sejak usia dini oleh kedua orang tuanya. Untuk membentuk anak yang taat, tidak cukup hanya dengan mengandalkan sekolah. Sangat dibutuhkan peran aktif dari orang tuanya untuk mendidik anaknya.
Selain membekali anak dengan pendidikan formal di sekolah, mereka juga perlu dibekali dengan pendidikan agama secara non formal dan informal baik melalui sekolah diniyah, maupun dengan memberikan pendidikan agama tambahan dengan mendatangkan guru agama ke rumah.
Bisa juga dengan mengirim anak untuk belajar secara khusus kepada seorang ustadz untuk belajar secara sorogan (langsung berhadapan dengan soerang guru) seperti halnya di pesantren.
Selain memberikan pendidikan agama secara khusus, orang tua dituntut untuk terlibat secara intensif dalam memperkenalkan ajaran agama, melatih menjalankannya dan membimbing sampai anak mandiri dalam melaksanakan ajaran agama. Terutama terhadap pelaksanaan ajaran agama sehari-hari seperti shalat lima waktu.
Sejak usia tiga tahun, anak sudah diajak untuk melaksanakan shalat berjamaah. Meski shalat subuh hanya satu rakaat, shalat maghrib dua rakat itu tidak mengapa. Yang ditekankan itu supaya anak tahu akan waktu shalat. Namun, seiring dengan semakin bertambah usianya, didiklah untuk melaksanakan shalat sebagaimana mestiya.
Mendidik anak yang taat, suami istri bisa berbagi peran saat salah satunya beraktifitas keluar rumah, untuk meluangkan waktu mencurahkan perhatian terhadap mendidik anak. Untuk membentuk karakter anak yang taat, orang tua memegang peran yang sangat penting.
Jika orang tua tidak bisa mengajar seperti di sekolah, maka harus menjadi pendidik dengan memberikan contoh yang baik kepada anaknya. Meski di sekolah sudah diajarkan tentang shalat atau tata cara shalat berjamaah, tapi di rumah tidak pernah ada yang berjamaah atau bahkan tidak ada yang shalat, apakah anak akan melakukan shalat? Menyuruh anak untuk shalat tapi orang tua sendiri tidak shalat. Bagaimana menurut anda?
Karena itulah, orang tua harus lebih menjaga anaknya untuk tidak meninggalkan kewajiban kewajiban kepada Allah dan RasulNya, juga kepada orang tua. Sebagaimana Firman Allah SWT:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَّحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. (QS. Thaahaa, 132)