Makalah Strategi Pengembangan Budaya Agama Di Sekolah. Pendidikan dari segi bahasa adalah kata yang berasal dari bahasa arab “Tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”. Kata pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah “ta’lim” dengan kata kerjanya “allama”. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya “Tarbiyah wa Ta’lim”. Sedangkan dalam bahasa inggris pendidikan adalah berasal dari kata “Education” yang mempunyai arti knowledge resulting from teacher or training.
Istilah Pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia berbagai macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Adapun pengertian pendidikan islam ialah proses pembimbingan, pembelajaran, dan atau pelatihan terhadap manusia agar nantinya menjadi orang islam yang berkehidupan serta mampu melaksanakan peranan dan tugas-tugas sebagai muslim.
Pendidikan Islam merupakan suatu pendidikan yang melatih perasaan siswa sehingga sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan terhadap segala pengetahuan, dipengaruhi nilai spiritual dan sadar akan nilai etis Islam. Pendidikan merupakan sistem untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan.
Strategi Mengembangkan Budaya Agama di Sekolah
Ada beberapa persoalan mendasar yang perlu dipertimbangkan tatkala mengagendakan rencana pengembangan pendidikan agama Islam diantaranya ialah:- Stigma keterpurukan bangsa, yang berakibat kurangnya rasa percaya diri.
- Eskalasi konflik, yang di satu sisi merupakan unsur dinamika sosial, tetapi di sisi lain mengancam keharmonisan. Bahkan integrasi sosial baik lokal, nasional, regional maupun internasional.
- Krisis moral dan etika, yang melanda kehidupan bangsa kita dalam berbagai tataran administratif pemerintahan pusat atau daerah, dalam berbagai sektor.
- Pudarnya identitas bangsa, terutama berhadapan dengan hegemoni dunia yang unggul baik dari aspek politik, sosial maupun kultural.
Meskipun sebenarnya dalam tata hubungan global diperlukan prinsip interdependensi antara negara-negara dunia, komitmen politik bebas aktif mulai canggung, kesatuan dan persatuan bangsa (budaya dan sosial) mengalami keretakan.
Dari persoalan mendasar tersebut di atas, pendidikan agama Islam di sekolah ataupun di masyarakat perlu diorientasikan pada beberapa hal diantaranya:
1. Pengembangan sumber daya manusia (SDM)
Keterpurukan bangsa bisa diobati dan disembuhkan dengan tersedianya SDM yang tangguh, cerdas secara intelektual, sosial, dan spiritual, memiliki dedikasi dan disiplin, jujur, tekun, ulet, dan inovatif.
2. Arah pendidikan agama Islam multikulturalis
Yakni, pendidikan Islam perlu dikemas dalam watak multikultural, ramah menyapa perbedaan budaya, sosial, dan agama.
Pendidikan multikultural merupakan strategi pembelajaran yang menjadikan latarbelakang budaya siswa yang bermacama-macam digunakan sebagai usaha untuk meningkatkan pembelajaran siswa di kelas dan lingkungan sekolah. Yang demikian dirancang untuk menunjang dan memperluas konsep-konsep budaya, perbedaan, kesamaan dan demokrasi.
Ada pula yang mengatakan pendidikan multikultural adalah sebuh ide atau konsep, sebuah gerakan pembaharuan pendidikan dan proses. Konsep ini muncul atas dasar bahwa semua siswa, tanpa menghiraukan jenis dan statusnya, punya kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah formal.
3. Mempertegas misi
untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak sebagai misi utama Rasulullah saw.
4. Melakukan spiritualiasi watak kebangsaan
termasuk spiritualisasi berbagai aturan hidup untuk membangun bangsa yang beradap. Pada yang terakhir ini sekaligus mengandung makna perlunya pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah.
Pengembangan pendidikan agama Islam sebagai budaya sekolah tidak bisa dilepaskan dari peran para penggerak kehidupan keagamaan di sekolah. Meminjam teori Philip Kotler (1978) bahwa terdapat lima unsur dalam melakukan gerakan perubahan di masyarakat, termasuk masyarakat sekolah, yang di singkat 5 C. Kelima hal tersebut yaitu:
- Causes, sebab-sebab yang bisa menimbulkan perubahan. Antara lain berupa ideas (gagasan atau cita-cita) atau pandangan dunia dan atau nilai-nilai. Hal itu biasanya dirumuskan dalam visi, misi, motif atau tujuan yang dipandang mampu memberikan jawaban terhadap problem yang dihadapi.
- Change agency, yakni pelaku perubahan atau tokoh-tokoh yang berada di balik aksi perubahan dan pengembangan.
- Change target (sasaran perubahan), seperti individu, kelompok atau lembaga yang ditunjuk sebagai sasaran upaya pengembangan dan perubahan.
- Channel (saluran), yakni media untuk menyampaikan pengaruh dan respons dari setiap pelaku pengembangan ke sasaran pengembangan dan perubahan.
- Change strategy, yakni teknik utama memengaruhi yang diterapkan oleh pelaku pengembangan dan perubahan untuk menimbulkan dampak pada sasaran-sasaran yang dituju.
Strategi pengembangan budaya agama dalam komunitas sekolah, menurut Koentjaraningrat (1974) tentang wujud kebudayaan, meniscayakan adanya upaya pengembangan dalam tiga tataran. Yaitu, tataran nilai yang dianut, tataran praktek keseharian, dan tataran simbol-simbol budaya. Pada tataran nilai yang dianut, perlu dirumuskan secara bersama nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan di sekolah. Selanjutnya, dibangun komitmen dan loyalitas bersama di antara semua warga sekolah terhadap nilai-nilai yang disepakati.
Nilai-nilai tersebut ada yang bersifat vertikal dan horizontal. Yang vertikal berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan Allah (habl min Allah), dan yang horizontal berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan sesamanya (habl min an-nas), dan hubungan mereka dengan lingkungan alam sekitarnya.
Dalam tataran praktek keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku keseharian oleh semua warga sekolah. Proses pengembangan tersebut dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
- pertama, sosialisasi nilai-nilai agama yang disepakati sebagai sikap dan perilaku ideal yang ingin dicapai pada masa mendatang di sekolah.
- Kedua, penetapan action plan mingguan atau bulanan sebagai tahapan dan langkah sistematis yang akan dilakukan oleh semua pihak di sekolah dalam mewujudkan nilai-nilai agama yang telah disepakati tersebut.
- Ketiga, pemberian penghargaan terhadap prestasi warga sekolah, seperti guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik sebagai usaha pembiasaan (habit formation) yang menjunjung sikap dan perilaku yang komitmen dan loyal terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang disepakati. Penghargaan tidak selalu berarti materi, tetapi juga dalam arti sosial, kultural, psikologis, ataupun lainnya.
Strategi Pengembangan Budaya Agama Di Sekolah