Seleksi dalam bermadzhab, itu artikel saya sebelumnya. Shalat merupakan ibadah paling utama dalam islam, sehingga dalam sebuat hadits disebutkan "shalat adalah amal yang yang pertama kali di hitung di hari kiamat, siapa yang shalatnya bagus maka bagus pula amal lainnya. dan jika shalatnya buruk maka buruk pula amal lainnya" (HR. Bukhari Muslim)
Dalam islam sendiri ada banyak pendapat dikalangan ulama, yang masyhur ada 4 pendapat (madzhab). maka kita pun boleh mengikuti pendapat yang mana saja sesuai selera, tapi perlu di ingat bahwa jika kita mengikuti imam syafi'i (misal) maka semua aturan imam syafi'i harus diikuti semua. Karena salah satu syarat sahnya shalat adalah wudhu, maka wudhu'nya pun harus mengikuti aturan imam syafi'i. lebih jelasnya simak artikel Wudhu menurut pendapat 4 madzhab.
Nah, kali ini saya sedikit menjelaskan tentang shalat menurut pendapat 4 madzhab.
1. Niat
2. Takbiratul Ihram
Kalimat takbiratul ihram adalah “Allah Akbar” al-Malikiyah dan al-Hanabalah : Tidak boleh menggunakan lafadz selain “Allah Akbar”. as-Syafi’i : boleh membaca ”Allahu Al-Akbar”, ditambah dengan al pada kata “Akbar”. Hanafiyah : boleh dengan lafadz lain yang sesuai atau sama artinya dengan kata-kata tersebut, seperti “Allah Al-A’dzam” dan “Allahu Al-Ajall” (Allah Yang Maha Agung dan Allah Yang Maha Mulia). as-Syafi’i, al-Malikiyah dan al-Hanabalah sepakat bahwa mengucapkannya dalam bahasa Arab adalah wajib, walaupun orang yang shalat itu adalah orang ajam (bukan orang Arab)
3. Berdiri
Semua ulama mazhab sepakat bahwa berdiri dalam shalat fardhu itu wajib sejak mulai dari takbiratul ihram sampai ruku’, harus tegap, bila tidak mampu ia boleh shalat dengan duduk. Bila tidak mampu duduk, ia boleh shalat dengan miring pada bagian kanan, seperti letak orang yang meninggal di liang lahat, menghadapi kiblat di hadapan badannya, menurut kesepakatan semua ulama mazhab selain Hanafiyah
- al-Hanafiyah berpendapat : siapa yang tidak bisa duduk, ia boleh shalat terlentang dan menghadap kiblat dengan dua kakinya sehingga isyaratnya dalam ruku’ dan sujud tetap menghadap kiblat.
- as-Syafi’i dan al-Hanabalah : bila tidak mampu miring ke kanan, maka ia boleh shalat terlentang dan kepalanya menghadap ke kiblat. Bila tidak mampu juga, ia harus mengisyaratkan dengan kepalanya atau dengan kelopak matanya
- al-Hanafiyah: bila sampai pada tingkat ini tetapi tidak mampu, maka gugurlah perintah shalat baginya, hanya ia harus melaksanakannya (meng-qadha’-nya) bila telah sembuh dan hilang sesuatu yang menghalanginya.
- al-Malikiyah: bila sampai seperti ini, maka gugur perintah shalat terhadapnya dan tidak diwajibkan meng-qadha’-nya.
- as-Syafi’i dan al-Hanabalah : shalat itu tidaklah gugur dalam keadaan apa pun. Maka bila tidak mampu mengisyaratkan dengan kelopak matanya (kedipan mata), maka ia harus shalat dengan hatinya dan menggerakkan lisannya dengan dzikir dan membacanya. Bila juga tidak mampu untuk menggerakkan lisannya, maka ia harus menggambarkan tentang melakukan shalat di dalam hatinya selama akalnya masih berfungsi.
baca juga aturan dalam bermadzhab
4. Membaca fatihah
al-Hanafiyah: Tidak harus membaca Al-Fatihah dalam shalat fardhu melainkan boleh membaca apa saja dari ayat Al-Quran, juga Boleh meninggalkan basmalah, karena ia tidak termasuk bagian dari surat. Dan tidak disunnahkan membacanya dengan keras. Orang yang shalat sendiri ia boleh memilih apakah mau didengar sendiri (membaca dengan perlahan) atau mau didengar oleh orang lain (membaca dengan keras), dan bila suka membaca dengan sembunyi-sembunyi, bacalah dengannya. Dalam shalat itu tidak ada qunut kecuali pada shalat witir.
Sedangkan menyilangkan dua tangan aalah sunnah bukan wajib. Bagi lelaki adalah lebih utama bila meletakkan telapak tangannya yang kanan di atas belakang telapak tangan yang kiri di bawah pusarnya, sedangkan bagi wanita yang lebih utama adalah meletakkan dua tangannya di atas dadanya.
as-Syafi’i : membaca Al-Fatihah adalah wajib, pada setiap rakaat tidak ada bedanya, baik pada dua rakaat pertama maupun pada dua rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat sunnah. Basmalah itu merupakan bagian dari surat, yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apa pun. Dan harus dibaca dengan suara keras pada shalat subuh, dan dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’, selain rakaat tersebut harus dibaca dengan pelan.
Pada shalat subuh disunnahkan membaca qunut setelah mengangkat kepalanya dari ruku’ pad rakaat kedua sebagaimana juga disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah membaca Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama saja. Sedangkan menyilangkan dua tangan bukanlah wajib, hanya disunnahkan bagi lelaki dan wanita. Dan yang paling utama adalah meletakkan telapak tangannya yang kanan di belakang telapak tangannya yang kiri di bawah dadanya tapi di atas pusar dan agak miring ke kiri.
al-Malikiyah: membaca Al-Fatihah itu harus pada setipa rakaat, tak ada bedanya, baik pada rakaat-rakaat pertama maupun pada rakaat-rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat sunnah, sebagaimana pendapat as-Syafi’i, dan disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama. Basmalah bukan termasuk bagian dari surat, bahkan disunnahkan untuk ditinggalkan. Disunnahkan menyaringkan bacaan pad shalat subuh dan dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’, serta qunut pada shalat subuh saja. Sedangkan menyilangkan kedua tangan adalah boleh, tetapi disunnahkan untuk mengulurkan dua tangan pada shalat fardhu.
al-Hanabalah : wajib membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat, dan sesudahnya disunnahkan membaca surat Al-Quran pada dua rakaat yang pertama. Dan pada shalat subuh, serta dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’ disunnahkan membacanya dengan nyaring. Basmalah merupakan bagian dari surat, tetapi cara membacanya harus pelan-pelan dan tidak boleh dengan keras. Qunut hanya pada shalat witir bukan pada shalat-shalat lainnya. Sedangkan menyilangkan dua tangan disunahkan bagi lelaki dan wanita, hanya yang paling utama adalah meletakkan telapak tangannya yang kanan pada belakang telapak tangannya yang kiri, dan meletakkan di bawah pusar.
Empat mazhab menyatakan bahwa membaca amin adalah sunnah,
5. Ruku'
semua ulama mazhab sepakat bahwa ruku’ adalah wajib di dalam shalat. Namun mereka berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya ber-thuma’ninah di dalam ruku’, yakni ketika ruku’ semua anggota badan harus diam, tidak bergerak. al-Hanafiyah: yang diwajibkan hanya semata-mata membungkukkan badan dengan lurus, dan tidak wajib thuma’ninah. Mazhab-mazhab yang lain : wajib membungkuk sampai dua telapak tangan orang yang shalat itu berada pada dua lututnya dan juga diwajibkan ber-thuma’ninah dan diam (tidak bergerak) ketika ruku’.
as-Syafi’i, Hanafiyah, dan al-Malikiyah: tidak wajib berdzikir ketika shalat, hanya disunnahkan saja mengucapkan : "Subhaana rabbiyal ’adziimi wa bihamdihi"
al-Hanabalah : membaca tasbih ketika ruku’ adalah wajib. Kalimatnya : "Subhaana rabbiyal ’adziim"
6. I’tidal
Mazhab selain Hanafiyah: wajib mengangkat kepalanya dan ber-i’tidal, serta disunnahkan membaca tasmi’, yaitu mengucapkan : "Sami’allahuliman hamidah ...."
al-Hanafiyah: tidak wajib mengangkat kepala dari ruku’ yakni i’tidal (dalam keadaan berdiri). Dibolehkan untuk langsung sujud, namun hal itu makruh.
7. Sujud dua kali
Semua Ulama Mazhab sepakat bahwa sujud itu wajib, Mereka berbeda pendapat tentang batasnya
al-Hanafiyah: yang wajib (menempel) hanya dahi dan hidung, sedangkan yang lain-lainnya adalah sunnah.
as-Syafi’i, dan al-Hanabalah : yang diwajibkan itu semua anggota yang tujuh (dahi, dua telapak tangan, dua lutut, dan ibu jari dua kaki) secara sempurna. Bahkan al-Hanabalah menambahi hidung, sehingga menjadi delapan.
Perbedaan juga terjadi pada tasbih dan thuma’ninah di dalam sujud, sebagaimana dalam ruku’. Maka mazhab yang mewajibkannya di dalam ruku’ juga mewajibkannya di dalam sujud.
8. Duduk diantara dua sujud
Semua Ulama Mazhab sepakat bahwa duduk antara dua sujud itu wajib kecuali al-Hanafiyah
9. Tahiyyat
Tahiyyat di dalam shalat dibagi menjadi dua bagian : pertama yaitu tahiyyat yang terjadi setelah dua rakaat pertama dari shalat maghrib, isya’, dzuhur, dan ashar dan tidak diakhiri dengan salam. Yang kedua adalah tahiyyat yang diakhiri dengan salam, baik pada shalat yang dua rakaat, tiga, atau empat rakaat.
- al-Hanabalah : tahiyyat pertama itu wajib. Mazhab-mazhab lain : hanya sunnah.
- as-Syafi’i, dan al-Hanabalah : tahiyyat terakhir adalah wajib.
- al-Malikiyah dan al-Hanafiyah: Kedua Tahiyyat itu hanya sunnah, bukan wajib.
10. Duduk Tahiyyah
Semua Ulama Mazhab sepakat bahwa itu wajib Mereka berbeda pendapat tentang batasnya
11. Tuma’ninah
Dalam Ruku’, I’tidal, Sujud dan duduk antara sujud. Seperti yang djelaskan diatas.
12. Mengucapkan salam
as-Syafi’i, al-Malikiyah, dan al-Hanabalah : mengucapkan salam adalah wajib. al-Hanafiyah: tidak wajib. .
Menurut empat mazhab, kalimatnya sama yaitu : Assalaamu’alaikum warahmatullaa”Semoga kesejahteraan dan rahmat Allah tercurah kepada kalian”
al-Hanabalah : wajib mengucapkan salam dua kali, sedangakan yang lain hanya mencukupkan satu kali saja yang wajib.
13. Tertib
Diwajibkan tertib antara bagian-bagian shalat. Maka takbiratul Ihram wajib didahulukan dari bacaan Al-Quran (salam atau Al-Fatihah), sedangkan membaca Al-Fatihah wajib didahulukan dari ruku’, dan ruku’ didahulukan daru sujud, begitu seterusnya.
14. Berturut-turut
Diwajibkan mengerjakan bagian-bagian shalat secara berurutan dan langsung, juga antara satu bagian dengan bagian yang lain. Artinya membaca Al-Fatihah langsung setelah bertakbir tanpa ada selingan. Dan mulai ruku’ setelah membaca Al-Fatihah atau ayat Al-Quran, tanpa selingan, begitu seterusnya. Juga tidak boleh ada selingan lain, antara ayat-ayat, kalimat-kalimat, dan huruf-huruf.
Demikian artikel Seputar shalat menurut pendapat 4 madzhab. semoga bermanfaat...