Mengungkap Kebenaran Tawasul, Benarkah Tawasul Itu Syirik?

Mengungkap Kebenaran Tawasul, Benarkah Tawasul Itu Syirik?
Mengungkap Kebenaran Tawasul, Benarkah Tawasul Itu Syirik?

Berdoa merupakan salah satu perbuatan yang sangat dianjurkan agama. Namun tidak jarang kita temui seseorang mendatangi ulama tertentu yang diyakini dekat kepada Allah SWT. Kedatangan orang tersebut dalam rangka memohon bantuan doa serta memohon untuk disambungkan segala permintaannya kepada Allah SWT. Inilah yang disebut tawassul. Bagaimanakah hukum tawassul?

Tawassul merupakan salah satu cara yang diayakini mempercepat terkabulnya doa. Dalam tawassul ada keutamaan, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT : "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan" (QS.Al-Maidah : 35)

Ayat di atas memberikan pengertian bahwa kita harus mencari jalan atau cara untuk bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Salah satu cara tersebut dengan melakukan tawassul. Dengan tawassul kita menjadikan para kekasih Allah SWT sebagai perantara menuju Allah SWT demi mencapai hajat. Itu lantaran kedudukan dan kemuliaan para kekasih Allah di sisi-Nya. Dengan ini, dapat dipahami bahwa tawassul adalah satu ajaran dalam Islam dan di dalamnya terdapat keutamaan.

Sehubungan dengan ayat di atas, Al-Razi dalam tafsirnya, Mafatih al-Ghaib, menjelaskan bahwa tidak ada jalan lain untuk bisa sampai kepada Allah kecuali dengan perantara guru (al-mu'allim) yang mampu mengajarkan kita tentang pengetahuan (ma'rifat) tentang Allah SWT. Maka posisi guru di sini juga berfungsi sebagai wasilah (perantara). Dari sini bisa disimpulkan bahwa keberadaan wasilah memang sangat penting.

Sedangkan wasilah itu sendiri adalah sesuatu atau orang yang dijadikan perantara. Selain itu ada juga yang memberikan definisi bahwa wasilah itu adalah sesuatu yang menyebabkan kita dekat dengan orang lain. (Lihat :Tafsir ar-Razi, J.VI/ h.49; At-Ta'rifat, J.I/ h.84). Saat kita menjadikan sesuatu berupa amal baik kita sendiri atau amal baik orang lain sebagai wasilah, maka inilah yang kemudian disebut sebagi tawassul.

Kepada siapakah kita layak melakukan tawassul?


Tawassul dilakukan kepada orang-orang yang dicintai oleh Allah SWT. Dalam hal ini, orang yang dimaksud adalah Rasulullah SAW. Bahkan dalam Al-Qur'an dijelaskan bahwa seorang hamba yang telah melakukan kesalahan atau dosa, baik besar maupun kecil dibolehkan datang kepada Rasulullah SAW. dalam rangka pertaubatan. Yakni untuk supaya dirinya diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT dengan cara mengharap Rasulullah SAW memintakan ampun kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana tersurat dalam Al-Qur'an:

"Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang" (QS. An-Nisa' : 64)

Namun dalam melakukan tawassul tidak hanya boleh kepada Rasulullah SAW. Tawassul boleh dilakukan kepada orang-orang yang keutamaannya dijamin oleh Rasul SAW. Orang-orang yang dimaksud antara lain adalah para ulama' dan syuhada'. Hal ini berdasarkan hadits :

"Ada tiga orang yang akan memberikan syafaat kelak pada hari kiamat. Yaitu para Nabi, kemudian para ulama lalu para syuahada" (HR. Ibnu Majah) (Lihat : Sunan Ibnu Majah, J.XIII/h.28)

Bahkan kebolehan melakukan tawassul kepada selain Rasulullah SAW pernah dilakukan oleh sahabat Umar ra. Yakni tatkala beliau melakukan shalat Istisqa' (meminta hujan). Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah riwayat :

"Dari Anas bin Malik ra. bahwa sesungguhnya apabila terjadi kemarau, Umar bin Khattab ra. meminta hujan dengan perantara Abbas bin Abdul Mutthalib ra. seraya berdoa : "Ya Allah kami pernah berdoa dan bertawassul kepadamu dengan Nabi SAW. Lalu engkau turunkan hujan. Dan sekarang kami bertawassul kepadamu dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan". Anas berkata, "Maka turunlah hujan kepada kami." (HR. Bukhari) (Lihat : Shahih al-Bukhary, J.IV/H.191)

Riwayat di atas menunjukkan bahwa sahabat Umar ra. bertawassul kepada sahabat Abbas ra. Hal ini menunjukkan bahwa bertawassul kepada selain Rasulullah SAW itu diperbolehkan. Termasuk juga bertawassul dengan para ulama, yang keutamaanya juga ditegaskan oleh Rasulullah SAW. Tentang pengertian ulama, Al-Qur'an menjelaskan:

"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun". (QS. Fathir :28)

Ayat di atas menjelaskan bahwa dari sekian banyak hamba yang takut kepada Allah hanyalah ulama. Ar-Razi menafsirkan bahwa besarnya rasa "takut" di sini adalah sesuai dengan pengetahuannya tentang Dzat yang ia takuti, yakni Allah SWT. Sebab hal ini tidak terlepas dari pengertian kata ulama' itu sendiri yang memiliki makna orang-orang yang alim atau mengerti.
Nah, dengan pengetahuan yang ia mengerti inilah rasa takut kepada Allah muncul. Lebih jauh Ar-Razi menjelaskan bahwa sebaik-baik orang alim (memiliki pengetahuan) adalah orang yang bila meninggalkan amal maka dia dicela sebab ilmu yang dia miliki.

Dengan demikian, pengertian ulama adalah orang yang memiliki pengetahuan yang diamalkan untuk kebaikan karena rasa takutnya kepada Allah SWT semata. (Lihat : Tafsir ar-Razi J.XII/h.474)

Apakah melakukan tawassul itu syirik?


Sebelum menghukumi tawassul, mari kita perhatikan pengertian syirik. Syirik adalah menjadikan sesuatu sebagai bandingan terhadap Allah dan menyembah selain-Nya. Seperti menyembah batu, kayu, matahari, raja, dan lain sebagainya. (Lihat : al-Kaba’ir, h.8) Sedangkan definisi tawassul sebagaimana dijelaskan di atas adalah menjadikan seseorang sebagai perantara dalam usaha untuk memperoleh kedudukan yang tinggi di sisi Allah atau untuk mewujudkan keinginan dan cita-citanya.

Dengan demikian, orang yang melakukan tawassul tidak bisa digolongkan kepada orang yang syirik apalagi kafir. Sebab orang yang bertawassul tidak bermaksud untuk memohon atau menyembah kepada orang atau suatu benda.

Penting dicatat bahwa dalam hal ini kita menjadikan Rasulullah SAW sebagai perantara kita dalam berdoa. Bukan justru kita meminta kepada beliau. Sebab hal ini haram bahkan termasuk syirik. Sebab tidak ada dzat yang berhak disembah dan diminta karunianya, selain Allah Azza wa Jalla. Semoga bermanfaat.

Catatan:

File yang kami bagikan kami simpan di google drive, jika file format word dan excel dialihkan ke aplikasi google doc maka unduh / save as dulu ya. Namun jika kesulitan, silahkan baca cara downloadnya